Sejarah
-
I.
PROFIL TRANSMIGRASI PALARAN
Dalam rangka mengembangkan dan memajukan wilayah Kalimantan sebelah Timur seperti didaerah lain maka Raja Kutai yang pada saat itu Sultan Parikesit telah rela menyerahkan sebagian tanah adat ke Pemerintah untuk areal transmigrasi mempunyai batas-batas sebagai berikut :
· Sebelah Barat adalah Sungai Palaran.
· Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Leo di Kampung Balik Buaya, setelah diukur 7.000 meter dari Sungai Palaran.
· Sebelah Utara Sungai Mahakam.
· Sebelah Selatan berupa hutan, setelah diukur 7.000 meter dari Sungai Mahakam dengan cara pengukuran diambil 500 meter dari pinggir sungai.
II.
DAERAH TRANSMIGRASI
DINAMAKAN TRANSMIGRASI PALARAN
Agar penulis dapat meyakinkan pembaca pada kebenaran dan fakta sejarah maka diperlukan Narasumber yang layak dipercaya dan kredibel sebagai saksi yang merupakan pelaku sejarah itu sendiri yaitu :
Saksi Pertama |
: Bapak Kapiten, Beliau adalah seorang Kepala Kampong Baqa Samarinda Seberang yang sering dating ke wilayah ini sambil berjualan kaindan pakaian. Beliau mengatakan bahwa didaerah ini ada sebuah aliran sungai sebagai sarana jalan yang digunakan sebagai keperluan warga keluar masuk hutan. Didalam pengakuan lebih lanjut disampaikan bahwa didalam perjalanan melalui sungai tersebut sering terjadi perampokan, pemalakan atau pemalaran maka sungai tersebut dinamai Sungai Palaran yang diambil dari kata Pelaran. |
Saksi Kedua |
: Adanya bukti lain yang juga dapat dijadikan alat bukti kuat yaitu : bahwa ditempat ini dahulunya ada sebuah Patok atau Pal yang merupakan suatu tanda ditempat ini telah terjadi penggalian Tambang batu bara atau Arang. Adapun areal penggalian tambang batu bara atau arang lokasinya terletak dipingguir sungai Mahakam tepatnya di antara perusahaan PT.SDC dengan PT.Timur Jaya, pada waktu itu banyak orang mengatakan bahwa di lokasi ini ada patok batu bara atau patok Pal-arang, sehingga pada akhirnya daerah ini dinamakan palaran yang di ambil dari kata Pal dan Arang |
III.
KEHADIRAN WARGA TRANSMIGRASI
Setelah tanah adat secara resmi diserahkan kepada pemerintah, selanjutnya pada tahun 1953 dimulailah pembukaan sampai selesai persiapan untuk digunakan sebagai lokasi para warga transmigrasi. Kemudian di tahun 1954 mulai dilakukan pengiriman para warga trandsmigrasi secara bertahap yang berasal dari pulau jawa sebgai berikut :
1. Transmigrasi tahap pertama yang masuk tepatnya pada tanggal : 27 Juli 1954 dengan kepala rombongan Bapak Pujo Martono.
2. Transmigrasi tahap kedua sebagai kepala rombongan Bapak Abdul Rahman.
3. Transmigrasi tahap ketiga sebagai kepala rombongan Bapak Musni Karyontono.
4. Transmigrasi tahap keempat sebagai kepala rombongan Bapak Zainudin.
5. Transmigrasi tahap kelima sebagai kepala rombongan Bapak Hadi Sukarjo.
6. Transmigrasi tahap keenam sebagai kepala rombongan Bapak Margo.
7. Transmigrasi tahap ketujuh sebgai kepala rombongan Bapak Sumorejo.
8. Transmigrasi tahap kedelapan sebagai kepala rombongan Bapak Rakimin yang merupakan rombongan transmigrasi tahap akhir.
IV.
KEHIDUPAN WARGA TRANSMIGRASI
Warga Trans setelah datang ditempat areal transmigrasi tentunya akan memulai hidup dengan suasana dan situasi yang baru,oleh Pemerintah yaitu Jawatan Transmigrasi semua keperluan hidup dan tempat tinggal ditanggung sepenuhnya sampai saatnya betul-betul berhasil didalam pengelolaan lahan dari pembagian, adapun berbagai jatahpembagian yang diterima oleh warga trans sebagai berikut :
1. Untuk keperluan sehari-hari diberikan jatah 9 (Sembilan) bahan pokok sampai berhasilnya dalam mengelola lahan
2. Peralatan dapur
3. Alat-alat pertanian
4. Pembagian rumah dengan ukuran 4 m X 6 m yang menggunakan atap daun nipah, dinding dan lantai terbuat darin kayu (papan)
5. Pemberian lahan dengan ukuran luas 50 m X 100 m yang masih berupa hutan dan rawa
Dari sinilah awal untuk meniti kehidupan baru di areal kawasan transmigrasi oleh masing-masing warga sehingga perlu persiapan mental dan fisik yang kokoh dan kuat mengingat yang akan dihadapi adalah hutan dan rawa-rawa, banyak sekali tantangan yang setiap hari dihadapi oleh warga trans, mulai dari sulitnya medan, banyaknya binatang melata, nyamuk, akses jalan yang masih rawa-rawa dan berbagai macam rintangan lain, akibatnya banyak warga yang jatuh sakit dan tertekan hidupnya.
V.
BERSIH DESA RAWA MAKMUR
Setelah warga trans menerima pembagian jatah lahan, maka dimulailah untuk mengerjakan lahan-lahan tersebut oleh masing-masing warga trans dimana dalam kegiatannya dilakukan secara gotong royong dan yang paling utamadalah pekerjaan pembenahan lingkungan yaitu jalan dan parit yang dilakukan seminggu sekali, kemudian warga harus tetap bekerja dilahan pembagian sesuai sengan ukuran jatah yang diterima yaitu : 50 X 100 m yang tentunya masih berupa hutan rimba dan rawa-rawa.
Dari sinilah pekerjaan sehari-hari warga harus menghadapi kejamnya hutan belantara dan rawa-rawa yang sangat dalam yang tentunya fisik dan mental sebagai modal utama, bahkan nyawapun sebagai taruhannya, sangat banyak tantangan, rintangan, gangguan dan cobaan yang dialami langsung oleh warga transdimana setiap hari selalu ada terjadinya nusibah dan malapetaka yang sampai merenggut nyawa para warga trans, hal ini tentunya cepat atau lambat mengakibatkan kehidupan warga selalu was-was dan tidak merasa tenang lagi.
Dari berbagai macam ujian dan cobaan itu membuat warga perlu mencari solusi atau jalan keluar agar kehidupan yang terus mencekam bisa dihindari dan diatasi bersama, dengan cara terus berusaha berikhtiar dan berdoa supaya warga tetap tabah dan kuat dalam menjalaninya.
Agar musibah dan malapetaka tidak terus menimpa warga trans, akhirnya warga yang diwakili oleh para orang-orang tua bersepakat untuk mencarikan tolak bala secara spiritual yang isinya warga trans akan mengadakan selamatan desa atau bersih desa yang artinya ngruwat desa dengan wayang kulit, dan sebagai tanda penetapan waktu bersih desa maka dikaitkanlah dengan kedatangan warga trans untuk tahap pertama tepatnya pada tanggal : 27 bulan juli tahun 1954
Hasil dari kesepakatanbersama warga trans untuk dilakukannya selamatan desa atau bersih desa yang disertai ngruwat desa dengan wayang kulit tersebut selanjutnya dilaporkan kepada Jawatan Transmigrasi dan ternyata mendapat respon dan dukungan dari pihak Jawatan Transmigrasi selain itu rencana untuk selamatan desaatau bersih desa juga disampaikan kepada Raja Kutai yaitu Sultan Parikesit yang juga mendapat restunya.
Setelah segala persiapan dilakukan pada tanggal 27 Juli 1957 dilaksanakanlah upacara selamatan desa atau bersih desa untuk pertama kalinya dengan ditandai tolak bala secara ritual ngruwat desa disertai pagelaran wayang kulit, pada saat pelaksanaan selamat desa atau bersih desa dihadiri juga oleh Raja Kutai yaitu Sultan Parikesit dimana beliau juga ikut membantu member tumbal tolak bala demi keselamatan, ketentraman dan ketenangan warga trans berupa penanaman kepala kerbau, dan beliau juga sempat mengucapkan (Sabdo Pandito Ratu) bahwa walaupun sekarang daerah ini masih berupa hutan dan rawa, kelak nanti atau pada suatu saat akan menjadi daerah yang makmur dengan kenyataan sekarang telah terbukti menjadi Kelurahan Rawamakmur.
VI.
PEMERINTAHAN DESA
Setelah adanya situasi dan kehidupan warga trans yang semakin hari yang semakin terus membaik, tenang dan tentram maka selanjutnya jawatnya orang untuk diangkat menjadi kepala kampong yang tentunya melalui pemilihan secara demokarasi. Dari sejak saat itulah adanya pemerintahan Desa guna membantu jawatan transmigrasi dalam melayani keperluan warga transmigrasi.
Berikut nama-nama kepala kampong pertama dijabat oleh Bapak M. Indar ;
1. Kepala kampong pertam dijabat oleh Bapak Pujo Martono
2. Kepala kampong kedua dijabat oleh Bapak Musni karyontono
3. Kepala kampong ketiga dijabat oleh Bapak M. Indar
4. Kepala kampong keempat dijabat oleh Bapak M. Selamet Sardi
Agar mempermudah dan memperlancar keperluan warga maka Kepala kampong rawa makmur dibagi menjadi 4 (Sempat) pendukuhan yang mana masing-masing padukuhan dipimpin oleh kepala blok yaitu;
a. Wilayah tengah padukuhan rawamakmur sebagi kepala blok di pimpin oleh Bapak Kasmo
b. Wilayah timur padukuhan kampong Baru Wetan (timur) sekarang bernama Sukomulyo kepala Blok dipimpin oleh Bapak Abdul Rahman
c. Wilayah barat padukuhn Kampong baru kulon (barat) yang sekarang bernama temporejo kepala Blok dipimpin oleh Bapak Setro Wirono
d. Wilayah selatan padukuhan karang anyar kepada Blok dipimpin oleh Bapak Sibun
Setelah kondisi dan situasi kehidupan warga dirasa sudah benar-benar aman, tenang dan tentram maka pada tahun 1963 warga trans diserahkan kepada pemerintah Kabupaten Kutai. Dengan telah diserahkan warga trans ke Kabupaten Kutai akhirnya palaran secara resmi masuk wilayah kecamatan Anggana. Sebagi tindak lanjut dengan masuknya kewilayah kecamatan Anggana maka guna memperlancar dan mempermudah dengan pejabatnya adalah Bapak Masdar Maseman.
Kemudian dengan adanya Samarinda menjadi Kotamadya maka Palaran dimasukan menjadi bagian dari Kotamadya Samarinda, dimana status Palaran menjadi sebuah Kecamatan dan untuk Rawamakmur menjadi Kelurahan Rawamakmur dengan SK Gubernur pada Tahun 1969.Jabatan Lurah yang diangkat dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), berikut nama-nama Lurah Rawamakmur :
· Lurah pertama (1) : Bapak Selamet Sardi
· Lurah kedua (2) : Bapak Edy Mariansyah
· Lurah ketiga (3) : Bapak Heriyanto
· Lurah keempat (4) : Bapak Rusdi
· Lurah kelima (5) : Bapak Eko Suprayitno
· Lurah keenam (6) : Bapak Agus Tatang Fahriana
· Lurah ketujuh (7) : Bapak Moh. Dahlan
· Lurah kedelapan (8) : Bapak Welly Prameswanto
· Lurah kesembilan (9) : Bapak Ayatulah Khumaini
· Lurah keesepuluh (10) : Bapak Ardi
· Lurah kesebelas (11) : Bapak Rudi Aries
· Lurah keduabelas (12) : Bapak M. Yulian Mustofa Patmin
Selanjutnya Kelurahan Rawamakmur menanti untuk Lurah-lurah berikutnya
Sebagai tambahan penulis juga akan memberikan nama-nama Camat Palaran yang pernah memimpin diwilayah Kecamatan Palaran yang sudah menjadi bagian dari wilayah Kota Samarinda yaitu :
· Camat pertama (1) : Bapak Noor Alamsyah
· Camat kedua (2) : Bapak Yahman
· Camat ketiga (3) : Bapak Iskandar Zulkarnain
· Camat keempat (4) : Bapak AziNazuar Effendi
· Camat kelima (5) : Bapak Labana
· Camat keenam (6) : Bapak H. Bambang Suparno
· Camat ketujuh (7) : Bapak Husin Ibrahim
· Camat kedelapan (8) : Bapak Rusliansyah Hamzah
· Camat kesembilan (9) : Bapak Sutardi
· Camat kesepuluh (10) : Bapak Suparno
· Camat kesebelas (11) : Bapak H. Armanus
· Camat keduabelas (12) : Bapak Suko Sunawar
· Camat ketigabelas (13) : Bapak ZulFadlan
· Camat keempatbelas (14) : Bapak Yulian Noor
· Camat kelimbelas (15) : Bapak Ardiansyah
· Camat keenambelas (16) : Bapak Eko Suprayitno
· Camat ketujuhbelas(17) : Bapak Suwarso
· Camat kedelapanbelas (18) : Andi Ariefin
PENUTUP
Demikian sejarah singkat dari Kampong Rawamakmur yang dapat penulis sajikan sebagai bagian dari itikat baik sang penulis untuk mewariskan kepada generasi penerus yang sekarang tinggal diwilayah Rawamakmur pada khususnya dan Kecamatan Palaran pada umumnya, karena penulis yakin tidak semua warga masyarakat tau dan paham akan keberadaan dari Kampong Rawamakmur, dengan tulisan ini semoga akan diperoleh dan diketahui gambaran masa lalu yang penuh berbagai perjuangan dan pengorbanan yang pada gilirannya perjuangan itu dapat ditiru dan dikerjakan oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang.
Penulis juga tidak lupa memohon maaf apabila dalam menyajikan penulisan ini masih jauh atau belum sesuai pada standar ilmiah, hal itu harus dimaklumi mengingat keterbatasan ilmu pengetahuan karya tulis yang dimiliki oleh penulis.
Sedikit harapan semoga tulisan ini tetap bemanfaat sebagai pegangan atau tuntunan warga masyarakat , para pendidik, maupun para peneliti dalam mempelajari sejarah Kelurahan Rawamakmur.
Kedepannya dengan disertai doa dan ridho dari Allah SWT, mudah-mudahan Kelurahan Rawamakmur menuju rasa kebersamaan dan menjadi sebuah Kelurahan yang Subur Makmur, Aman Tentaram Gempah Ripah Loh Jinawi Toto Tentrem Toto Raharjo.
Wassalam
Rawamakmur,
Tulus Adisucipto